Friday, February 3, 2012

Arti Perspektif

mungkin dari kalian banyak yang sering menderngar istilah perspektif, dan kalian paham akan maksud dari kata tersebut dalam rangkaian kalimat itu. namun kalo ditanya apa itu perspektif, mungkin kalian akan kesulitan secara harifiahnya, oleh karena itu saya menampilkan tulisan ini di blog saya,


Apa itu perspektif? Bagi saya, definisi perspektif itu mungkin sama saja dengan apa yang dipikirkan orang lain—sebuah sudut pandang mengenai realitas yang ditangkap oleh pengalaman indera. Seperti sebuah akar dari bagaimana saya mempersepsikan segala sesuatu yang saya lihat. Misalnya: ketika saya melihat perempuan merokok sebagai perempuan yang “bandel”, atau menyetir mobil sendiri sebagai perwujudan dari konsep kemandirian. Menurut saya, perspektif setiap orang dapat berubah seiring berjalannya waktu. Yah, people change and so do their perspectives! Contoh kecilnya ketika masih SMA, saya selalu berpikir bahwa wanita yang menggunakan bedak sama saja dengan menaburkan debu di wajahnya dan sama saja dengan bodoh! Persepsi ini muncul ketika banyak teman wanita saya yang selalu membubuhkan bedak sehabis berolahraga dan esoknya mengeluh karena wajahnya berjerawat. Saya hanya bisa bergumam, “Siapa suruh pakai bedak?! Nyumbat pori-pori kan?” Tapi seiring perkembangan menuju kedewasaan, saya mulai mengkaji lagi pemikiran-pemikiran yang terdahulu. Saya kira setiap wanita pasti ingin terlihat cantik dengan menutupi kekurangan pada tubuhnya, misalnya menutupi mukanya yang berminyak dengan menaburkan bedak, dsb. Kemudian akhirnya, malah saya yang “termakan” dengan ucapan saya sendiri J.

            Walaupun perspektif setiap orang dapat berubah, namun ada hal-hal yang tidak mudah berubah dan cenderung mempunyai konsistensi yang tinggi. Mungkin terlihat kontradiktif, ya? Hanya saja di satu sisi, saya merasa ada idealisme yang tidak mudah berubah dari kita kecil hingga sekarang. Namun di sisi lain, ada hal-hal yang dapat berubah karena adanya ideologi-ideologi baru yang mampu mendoktrin perspektif yang kita pegang. Setelah dipikir lebih jauh, menurut saya setiap orang cenderung mempunyai lebih dari satu perspektif. Ada perspektif yang terbentuk dari kecil dan tidak mudah berubah. Namun ada juga perspektif yang akhirnya berubah, karena dipengaruhi oleh komunikasi yang kita lakukan dengan orang-orang di sekitar kita. Inilah, seperti apa yang dikatakan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya, Metode Penelitian Kualitatif, bahwa perspektif muncul lewat komunikasi yang intens dengan sesama anggota kelompok manusia.
            Penting ngga sih, perspektif itu? Bagi saya, perspektif itu seperti pondasi dari segala pemikiran saya, pondasi dalam menentukan apa yang benar dan yang salah bagi saya. Walaupun tidak bisa dibilang sebagai alat pencari kebenaran yang mutlak, namun bagi saya perspektif itu cukup penting, terkait dengan eksistensi diri saya dalam kehidupan sehari-hari. Inilah gunanya perspektif, yakni untuk menunjukkan bahwa kita ada dan karena itu, kita layak untuk diapresiasi oleh orang lain. Misalnya saja seperti Einstein, yang diapresiasi oleh banyak umat manusia di dunia karena teori relativitas-nya, walaupun apresiasi ini baru datang, ratusan tahun setelah Einstein meninggal. Atau J.K Rowling yang diapresiasi oleh banyak pembaca Harry Potter di dunia, karena ide-ide dan pemikirannya atas dunia magis yang penuh khayalan. Mungkin kalau boleh mengutip, saya “sedikit senada” dengan pernyataan Rene Descartes, Cogito Ergo Sum—aku berpikir maka aku ada, yang dalam pernyataan saya hanya berarti, aku punya pemikiran, dan maka dari itu aku eksis. Hanya saja, tidak berarti bahwa memiliki perspektif itu cuma berguna untuk menunjukkan eksistensi saja. Karena menurut saya, yang terpenting itu bukanlah pengakuan atas eksistensi diri saya, melainkan apresiasi yang layak saya terima dari orang-orang sekitar. Mungkin jika saya seorang J.K Rowling, saya tidak ingin dikenang (eksis) sebagai penulis novel anak-anak terlaris, karena masih ada orang yang lebih hebat dari saya diluar sana. Tapi saya ingin dihargai sebagai penulis yang mampu memberikan inspirasi dan imajinasi bagi anak-anak. Nah, apresiasi seperti itulah yang saya maksud.
            Apa lagi guna perspektif? Banyak! Menurut saya salah satunya adalah untuk mengembangkan kehidupan kita ke arah yang lebih baik. Perspektif pragmatis, misalnya. Menurut perspektif ini, sesuatu akan berguna kalau sesuatu itu bisa diaplikasikan secara praktis. Artinya, sesuatu itu akan disebut berguna jika dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia. Contoh kecilnya: pengrajin batok kelapa. Ketika seseorang memanfaatkan batok kelapa sebagai bahan kerajinan tangan, dan akhirnya bisa diolah menjadi wadah makanan, gayung, hingga jepitan rambut. Maka dengan sendirinya, pengrajin batok kelapa tersebut telah memanfaatkan perspektif pragmatisnya, yakni dengan mengolah batok kelapa dari limbah biologis menjadi sesuatu yang berguna untuk manusia. Tentunya ini akan membawa kehidupan ke arah yang lebih baik, yakni dengan mengolah limbah guna menyelamatkan lingkungan. Atau perspektif feminis, yang sangat menyuarakan kesetaraan gender. Yang akhirnya dapat membawa inspirasi bagi perempuan di seluruh dunia agar bangkit dari budaya patriarchal yang memasung kebebasan perempuan dan menyuburkan praktek kekerasan terhadap perempuan.
            Lebih jauhnya, perspektif banyak digunakan dalam melakukan penelitian dan dalam mengemukakan suatu teori. Namun bagi saya yang belum pernah menciptakan suatu teori berdasarkan perspektif yang saya miliki, kegunaan ini belum benar-benar dirasakan. Mungkin nanti.... 



source : http://kili.multiply.com/journal/item/1/arsip_tugas_manajemen_media_apa_itu_perspektif
terima kasih saya sampaikan kepada sumber shingga saya tahu dan paham akan maksud dan arti perspektif,

 

2 comments: